Mayoritas bursa Asia-Pasifik cenderung menguat pada perdagangan Selasa (2/4/2024), di mana investor memantau rilis data dan agenda ekonomi di Australia dan Korea Selatan.

Per pukul 08:31 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang menguat 0,56%, Hang Seng Hong Kong melejit 2,05%, Shanghai Composite China naik tipis 0,07%, Straits Times Singapura bertambah 0,35%, ASX 200 Australia naik 0,12%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,16%.

Dari Korea Selatan, tingkat inflasi pada Maret 2024 cenderung stabil di angka 3,1%, sejalan dengan ekspektasi para ekonom yang disurvei oleh Reuters.

Sementara itu, aktivitas pabrik Australia mengalami kontraksi pada laju tercepat sejak Mei 2020, dengan indeks manajer pembelian (PMI) turun ke level 47,3 pada Maret 2024 dari 47,8 pada bulan sebelumnya.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah bervariasinya dengan mayoritas melemah bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,6% dan S&P 500 terkoreksi 0,2%. Sedangkan Nasdaq Composite berhasil ditutup menguat 0,11%.

Wall Street cenderung bervariasi setelah dirilisnya data PMI manufaktur periode Maret 2024. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur meningkat menjadi 50,3 pada Maret lalu, menjadi yang tertinggi dan pertama di atas 50 sejak September 2022, dari sebelumnya di angka 47,8 pada Februari lalu.

Hal ini menunjukkan sektor manufaktur, yang terpukul oleh kenaikan suku bunga, mulai pulih. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

"Jika perekonomian masih cukup kuat dan sekarang data PMI mulai naik, hal itu menunjukkan mungkin ada tekanan kenaikan pada imbal hasil," kata Keith Lerner, kepala strategi pasar di Truist Wealth di Atlanta, dikutip dari Reuters.

Sebelumnya pada Jumat pekan lalu, Inflasi PCEAS pada Februari 2024 naik menjadi 2,5% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Januari lalu sebesar 2,4%. Meski begitu, angka ini sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.

Namun secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi PCE cenderung melandai sedikit menjadi 0,3%.

Sementara untuk inflasi PCE inti, yang tidak termasuk makanan dan energi meningkat 2,8% pada Februari lalu, lebih rendah sedikit dari posisi Januari lalu yang tumbuh 2,9%. Angka ini juga sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.

Dengan naiknya kembali inflasi PCE dan pulihnya sektor manufaktur di AS, membuat pasar kembali khawatir bahwa pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tidak akan dilakukan pada pertemuan Juni mendatang.
Apalagi, data tenaga kerja AS terbaru yang akan dirilis pada pekan ini cenderung masih panas, membuat pasar cenderung skeptis pemangkasan suku bunga dapat dilakukan di pertengahan tahun.

Investor juga akan memantau data tenaga kerja terbaru AS pada pekan ini, di mana data pembukaan lapangan kerja JOLTS periode Februari 2024 akan dirilis Selasa besok.
Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan pembukaan lapangan kerja JOLTS akan cenderung menurun menjadi 8,79 juta lapangan kerja, turun dari Januari lalu sebanyak 8,86 juta lapangan kerja.

Jika data tersebut benar demikian, maka sektor tenaga kerja di AS cenderung mulai mendingin, meski data tenaga kerja lainnya masih berpotensi panas.

Kini, investor di AS memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 58% pada Juni, turun dari sekitar 64% pada pekan lalu, berdasarkan perangkat CME FedWatch.
Pejabat penting The Fed yakni Gubernur Christopher Waller dan Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan preferensi mereka adalah kurang dari tiga pemotongan tahun ini.

Investor akan mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan suku bunga kedepannya pada pekan ini, dengan 13 dari 19 pejabat The Fed menyampaikan pidatonya.