Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (27/1/2022), karena investor terus mencerna dari potensi pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS).
Mayoritas investor melepas obligasi pemerintah pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil atau yield. Hanya SBN bertenor tiga tahun dan 30 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan penurunan yield dan penguatan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 3 tahun turun tipis 0,1 bp ke level 3,508%, sedangkan untuk yield SBN berjatuh tempo 30 tahun melemah tipis 0,2 bp ke level 6,887%.
Sementara untuk yield SBN berjangka waktu 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara menguat 2,4 bp ke level 6,435%
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Pasar masih berusaha mencerna dari pernyataan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang berencana menaikan suku bunga acuannya pada Maret mendatang.
Di kawasan regional (Asia), pasar saham kembali berjatuhan pada hari ini, karena investor masih khawatir dengan potensi pengetatan kebijakan moneter The Fed. Tetapi di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung positif, yang menandakan pasar lebih cenderung optimis meski pergerakannya masih cenderung volatil.
Sikap optimis pasar juga dibuktikan dengan naiknya yield di sebagian besar SBN acuan pada hari ini.
Sementara itu di AS, yield surat utang pemerintah (Treasury) terpantau cenderung melemah pada pagi hari ini waktu AS, setelah hasil rapat The Fed diumumkan pada dini hari tadi waktu Indonesia.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury bertenor 10 tahun cenderung turun 0,9 bp ke level 1,837%, dari sebelumnya pada penutupan Rabu kemarin di level 1,846%.
Yield Treasury bertenor 10 tahun bahkan sempat ke atas level 1,86% pada Rabu kemarin, setelah The Fed mengisyaratkan bahwa mereka dapat mulai menaikkan suku bunga acuannya pada Maret mendatang, di mana kenaikan ini menjadi yang pertama kalinya dalam lebih dari tiga tahun terakhir.
Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan dalam konferensi pers pasca-pertemuan bahwa dia percaya bahwa ada "sedikit ruang" untuk menaikkan suku tanpa merugikan pasar tenaga kerja.
"Dengan inflasi yang jauh di atas 2% dan pasar tenaga kerja yang kuat, Komite mengharapkan akan segera menaikkan kisaran target suku bunga dana federal," kata pernyataan The Fed.
Powell memperingatkan bahwa inflasi akan tetap tinggi untuk jangka panjang dan masalah rantai pasokan ternyata lebih besar serta lebih tahan lama dari yang diperkirakan sebelumnya.
Investor memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pertama kali pada pertemuan 15-16 Maret, kemudian dilanjutkan dengan tiga kenaikan suku bunga lagi sepanjang tahun 2022.
Berdasarkan data CME Fedwatch, pelaku pasar mengantisipasi bahwa The Fed bakal menaikkan suku bunga acuan paling cepat 25 bps pada Maret 2022 dengan probabilitas 91,5%.