Harga perak melemah dibayangi imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) yang mengukir rekor tertinggi sejak tahun lalu. Selain itu, percepatan kenaikan suku bunga dan juga turut membebani gerak perak.
Pada Senin (10/1/2021) pukul 08.15 WIB harga perak tercatat US$ 22,2692/ons, melemah 0,14% dibandingkan posisi pekan lalu.Foto: RefinitivPerak
Imbal hasil obligasi (yield) AS tenor 10 tahun sepanjang pekan lalu melesat 25,3 basis poin ke 1,7655% yang merupakan level tertinggi sejak Januari 2020, atau sebelum terjadi pandemi Covid-19.
Gerak imbal hasil obligasi (yield) memiliki korelasi negatif terhadap aset safe haven. Jika yield naik, harga aset safe haven akan turun dan berlaku sebaliknya.
Sementara itu, risalah rapat Federal Reserve (FOMC) menunjukkan para pejabat siap menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan akibat lonjakan inflasi.Dalam pertemuan bulan lalu, para pejabat The Fed mengatakanpasar tenaga kerja sudah sangat ketat dan inflasi terus meninggi. Ini sepertinya mengharuskan The Fed menaikkan suku bunga acuan lebih cepat.
"Para peserta rapat secara umum mencatat bahwa tidak bisa menghindari kenaikan suku bunga acuan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Beberapa peserta rapat juga mencatat sudah saatnya mengurangi beban neraca (balance sheet) setelah kenaikan Federal Funds Rate," sebut notula itu.
Pasar dengan cepat bereaksi. Kemungkinan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada bulan Maret naik menjadi lebih dari 70%, mengutip FedWatch CME Group.
"Indikasi The Fed semakin khawatir dengan inflasi akan menciptakan pandangan bahwa mereka akan melakukan pengetatan kebijakan secara agresif pada 2022. Lebihhawkishdari dugaan," kata David Carter, Chief Investment Officer di Lenox Wealth Adivisors yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Suku bunga merupakan salah satu 'musuh' utama perak, ketika suku bunga di AS naik maka daya tarik perak sebagai aset tanpa imbal hasil akan menurun. Selain itu,opportunity costberinvestasi perak juga akan mengalami peningkatan.