PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI menyalurkan kredit UMKM sebesar 67,4 persen dari total kredit UMKM nasional. Langkah ini untuk menjaga momentum pertumbuhan segmen UMKM dengan memperkuat strategi bisnisnya, sehingga dapat bangkit di masa pandemi.
Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, mengatakan bahwa BRI melihat kecenderungannya selama 4-5 bulan terakhir setelah adanya gelombang kedua Covid-19 dan berakibat pada kebijakan PPKM yang sangat ketat. Hal ini mendorong kredit usaha mikro dan kecil BRI masih meningkat dan posisinya sudah mencapai di atas pre-covid atau sebelum adanya Covid.
“Angka pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa para pelaku UMKM telah recovery. Tinggal bagaimana kita menjaga kondisi pengendalian Covid-19 ini agar semakin baik dengan tetap menjaga disiplin protokol kesehatan,” ujar Supari.
Dari laporan publikasi BRI hingga kuartal III tahun 2021, tercatat kredit UMKM tumbuh 12,5 persen yoy sehingga nominalnya kini telah mencapai Rp848,6 triliun. Supari menyebut kapasitas menabung pelaku UMKM sudah mulai menanjak. Pihaknya menggambarkan, sebelum pandemi persentase pertumbuhan mencapai 16 persen, kemudian mengalami penurunan pada 2020 menjadi 5,8 persen. Hingga kuartal ketiga 2021 persentase pertumbuhannya sekitar 6,3 persen. Dia memproyeksikan tren ini akan terus meningkat dan tahun depan pertumbuhannya sudah akan mendekati pre-covid.
Hasil riset dari Indeks UMKM BRI pun menunjukkan akan ada proyeksi pertumbuhan yang sangat atraktif pada triwulan IV 2021. Apabila kondisi ini bisa dipertahankan, maka pertumbuhan UMKM pada 2022 akan semakin membaik.
“Jika hal tersebut terjadi maka sesungguhnya akan ada percepatan recovery. Saya memprediksi semester II-2022 itulah nanti benar-benar para pelaku UMKM mengalami kondisi seperti pre-covid, yang prediksi awalnya sesungguhnya terjadi pada kuartal pertama 2023. Jadi kami perkirakan pemulihannya akan berlangsung lebih cepat,” tegasnya dengan penuh optimisme.
Di sisi lain, BRI terus mendorong para pelaku UMKM semakin adaptif terhadap perubahan lingkungan bisnisnya. BRI juga telah mempunyai framework pemberdayaan yang sangat terstruktur. Pemberdayaan tersebut dimulai dari literasi dasar, literasi bisnis untuk meningkatkan kapasitas, maupun literasi digital untuk semakin beradaptasi terhadap kebutuhan bisnis di tengah pandemi. BRI memiliki model bisnis yang sangat efisien, di mana para pelaku UMKM dapat melakukan self assessment untuk meningkatkan skala usaha.
Pada triwulan III tahun 2021, BRI juga selesai melakukan proses Holding Ultra Mikro, sehingga 22 juta data dari pelaku usaha mikro dan ultra mikro dapat terintegrasi. “Hari ini kami sudah mengintegrasikan data dengan lembaga-lembaga terkait dan kemarin kami sempat juga ekspos di media bahwa kami sudah terhubung dengan Kementerian Investasi untuk digitalisasi dan integrasi proses mendapat perizinan NIB dan juga sertifikasi halal,” tutur Supari.
Dalam model pemberdayaan, BRI pun melengkapi modul-modul yang bisa diakses secara digital melalui Link-UMKM. Hal tersebut, diperkuat dengan kolaborasi antar lembaga sehingga pemberdayaan-pemberdayaan UMKM dapat dilakukan secara langsung seperti melalui jejaring rumah BUMN, Kementerian Koperasi dan UKM, beberapa asosiasi dan pihak-pihak universitas dan instansi yang mengelola lembaga-lembaga inkubasi.
Untuk menajamkan pemberdayaan, perseroan pun memperkuat klaster bisnis binaan. Saat ini BRI telah memiliki 11.000 lebih klaster bisnis binaan dengan tempat bisnis yang menjadi ikon, produk unggulan dari desa, dan juga pengembangan entitas-entitas lainnya.
BRI pun memiliki program yang memudahkan akses terhadap pasar seperti bazar mini yang rutin dilakukan di seluruh Indonesia, dengan tentunya mengedepankan protokol kesehatan. Selain itu, BRI memfasilitasi pasar.id sebagai terobosan solusi bagi para pedagang pasar di masa pandemi yang tidak bisa berjualan secara langsung. Saat ini sekitar 6.850 pasar sudah tergabung dalam platform ini.
BRI pun tengah memperkuat ekosistem komoditas. Salah satunya dengan masuk ke ekosistem telur di beberapa daerah, dan akan melakukan ekspansi ke komoditas jagung, ikan, susu, kopi dan bawang merah. “Harapannya, platform ini dapat menjaga stabilitas harga atau tidak setidaknya kalau harga itu volatile, maka di titik rendah sekalipun masyarakat para pelaku usaha masih bisa menikmati keuntungannya,” kata Supari. (*)