Di tahun 2022 bursa saham diperkirakan akan menghadapi banyak turbulensi. Sentimen utamanya, investor mengkhawatirkan penyebaran Covid-19 varian Omicron dan kebijakan otoritas bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed).
Seperti diketahui, dalam sepekan terakhir, bursa saham mengalami tekanan jual terkait kebijakan The Fed yang memulai pengurangan nilai (tapering off). The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan lebih cepat dari yang diproyeksikan pelaku pasar.Baca: Uang Triliunan Lenyap! Ini Alasan Kenapa Pasar Kripto Ambruk
Gubernur The Fed, Jerome Powell mengatakan kepada panel Kongres bahwa bank sentral akan mempertimbangkan untuk mempercepat program pembelian obligasi bulanan senilai US$120 miliar ketika bertemu pada 14 dan 15 Desember.
"Ini akan menjadi Desember yang agak bergejolak karena kita mungkin perlu menunggu musim pendapatan untuk pulih kembali, kembali ke fundamental," kata Jack Ablin, kepala investasi di Cresset, seperti dikutip CNBC International, Minggu (5/12/2021).
"Saya tidak yakin apa yang dibaca investor tentang inflasi. Apakah mereka pikir The Fed akan menaikkan suku bunga, mendahuluinya terlalu dini dan semuanya akan bergulir? Sejak Powell mengeluarkan 'inflasi sementara' dari pembicaraannya, investor agak tidak seimbang."
Investor menyelamatkan beberapa aset saham paling berisiko. Ketika saham jatuh pada hari Jumat di tengah penurunan imbal hasil obligasi AS sebesar 1,35%.
Tercatat, indeks S&P 500 turun 1,2%. Sektor utama dengan kinerja terburuk untuk minggu ini adalah layanan di sektor jasa komunikasi, termasuk perusahaan internet. Itu turun 2,8%. Sektor keuangan turun hampir 2%, dan sektor teknologi S&P turun 0,4% untuk minggu ini.